Juli 24, 2024
Muhammad Al-Fatih, Ksatria Muda Turki Utsmani Yang Gagah Berani

Muhammad Al-Fatih, Ksatria Muda Turki Utsmani Yang Gagah Berani

Nama Muhammad Al-Fatih begitu fenomenal. Namanya sering disebut dalam kajian-kajian Islami, dan materi pelajaran di sekolah.

Bagaimana tidak, dalam usia 21 tahun beliau sukses menaklukan Konstatinopel. Mendengar kalimat ini, mungkin kamu sedikit merasa tertampar dan mengajukan pertanyaan terhadap diri sendiri.

Di usia 21 tahun, aku sudah melaksanakan apa ?

Meskipun usia 21 tahunmu telah lewat, tidak apa-apa, kau belum telat. Bergeraklah di zona waktumu dengan membuat definisi suksesmu sendiri.

Sebelum membicarakan sifat keteladanannya secara lebih jauh, semestinya kita berkenalan dahulu dengan profil tokoh yang satu ini.

Muhammad Al-Fatih ialah sultan ketujuh dari Kekaisaran Turki Utsmani. Ia lahir di Edirne pada 30 Maret 1432 M. Mehmet II ialah gelar sultan yang disandangnya.

Muhammad Al-Fatih ialah anak dari Sultan Murad II. Dari kecil beliau dididik untuk menjadi pemimpin yang berani dan handal. Ayahnya mencarikan guru dari ulama-ulama besar.

Sultan Murad II mempunyai doktrin bahwa anaknya yakni sosok yang disebut dalam hadits.

Kota Kostantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya yaitu sebaik-baik pasukan.

HR Ahmad bin Hanbal dalam kitab Al-Musnad

Wow, benar ya perkataan itu yaitu doa. Nah, semoga saja sejarah itu berulang. Semoga kisah Muhammad Al-Fatih di bawah ini mampu menjadi pembelajaran untuk hidup kita.

1. Banyak Belajar

Membaca buku
Membaca buku (Source : pixabay.com)

Buat kalian kaum millenial, jikalau ingin berhasil seperti Muhammad Al-Fatih, tekun-rajinlah mencari ilmu.

Muhammad Al-Fatih menguasai tiga bahasa dari negara-negara Islam yakni Arab, Turki, dan Persia. Saat berusia 21 tahun, dia pun menguasai bahasa Yunani, dan enam bahasa yang lain.

Sejak kecil dia telah berguru Al-Quran, fiqih, dan hadits. Selain ilmu agama, dia juga mempelajari banyak ilmu duniawi seperti astronomi, matematika, fisika, militer, seni, dan ilmu yang lain.

Muhamamd Al-Fatih banyak mencari ilmu dengan ulama-ulama ahli. Selain itu, dia pun banyak mengambil pelajaran dari kisah-cerita orang pada kurun kemudian.

Sejarah yaitu pelajaran favorit dari Muhamamd Al-Fatih. Berbeda seratus delapan puluh derajat dengan lebih banyak didominasi pelajar zaman sekarang, ya?

Kebanyakan dari kita mungkin menganggap sejarah yakni mata pelajaran yang paling menjemukan.

Padahal, sejarah ialah cabang ilmu yang dikuasai para pemimpin besar Islam. Rasulullah SAW, Khalid bin Walid, Umar bin Khattab, merupakan pola para tokoh besar yang mengasihi sejarah.

Dengan banyak membaca dongeng sejarah, Muhammad Al-Fatih berkembang menjadi pribadi yang fleksibel, kreatif, dan inovatif.

Karena dengan mendalami dongeng sejarah, seseorang bisa banyak mengambil fatwa dan pengalaman para tokoh meski hidup beda zaman dengannya.

Ia mengambil nilai-nilai sejarah sebagai materi penyusunan rencana dan perkiraan dalam menentukan keputusan di masa depan.

2. Pekerja Keras dan Optimistik

Optimis
Optimis (Source : pixabay.com)

Muhammad Al-Fatih terkenal dengan sifat pekerja keras dan pantang mengalah. Saat siapa saja berkata mustahil, bahkan logikanya sendiripun sulit mengelak, tapi ia tetap optimis dan bekerja keras.

Ketika musuh menolak untuk menyerahkan Konstatinopel, Muhammad Al-Fatih tetap teguh pada pendiriannya. Ia percaya, sebuah hari nanti beliau akan memiliki singgasana di Konstatinopel.

3. Berani

Berani
Berani (Source : pixabay.com)

Karakter generasi penerus bangsa haruslah menjadi sosok yang pemberani. Berani bermimpi, berani gagal, dan berani bangkit.

Di usia yang masih sangat muda, Muhammad Al-Fatih berani untuk terjun ke medan perang. Ia maju paling depan, tanpa gentar mengibaskan pedang di depan para musuh.

Keberanian Muhamamd Al-Fatih terlihat terang tampakpada dikala pertempuran di Balkan. Saat Turki Utsmani sedang berperang melawan pasukan Bughanda.

Meriam ditembakkan, menggentarkan nyali para pasukannya. Para pasukan menutup indera pendengaran, tiarap ke tanah. Hanya Al-Fatih yang tetap berdiri kokoh.

Dengan tangan yang mengepal dan sorot mata tajam ia berteriak lantang, “ Wahai pasukan mujahidin, jadilah kalian prajurit Allah, dan hendaklah ada di dalam dada kalian semangat Islam yang membara.”

Dengan gagah berani, Al-Fatih mengenggam perisai lalu menghunuskan pedangnya. Tanpa menoleh, ia memacu kudanya berlari ke depan.

4. Rendah Hati

Rendah Hati
Rendah Hati (Source : pixabay.com)

Muhammad Al-Fatih selalu diajarkan oleh orang renta dan para gurunya untuk menjadi orang yang tetap merendah sehebat apapun pencapaiannya.

Berbekal pengajaran itu, Al-Fatih berkembang menjadi pria yang tawadhu.

Ia terkenal selaku sosok pemimpin yang dekat dan mengayomi para rakyatnya. Ia membenci merendahkan anggotanya saat ada yang berbuat kesalahan.

5. Rajin Beribadah

Rajin Ibadah
Rajin Ibadah (Source : pixabay.com)

Hal terpenting yang harus dimiliki anak muda biar berhasil sedini mungkin yakni ibadah sebaik-baiknya.

Ia senantiasa menggenggam prinsip bahwa tawakal dan berserah pada Allah yaitu modal utama untuk menjangkau kesuksesan.

Ia percaya, setiap kemenangan dan pencapain hadirnya dari Allah, bukan dari kekuatan diri kita.

Sehari sebelum berperang, beliau menyuruh semua pasukannya untuk berpuasa pada siang hari dan shalat Tahajud pada sepertiga malamnya.

Ikhtiar ini dilakukan untuk meminta kemenangan terhadap Allah. Alhasil, Muhammad-Al-Fatih berhasil menghantarkan kemenangan dengan menaklukkan Konstatinopel.