Hukum merayakan tahun baru dalam Islam adalah hal yang diperdebatkan di kalangan ulama. Terdapat berbagai pandangan berdasarkan dalil dan kaidah syariat. Berikut ini adalah uraian tentang hukum merayakan tahun baru beserta dalil-dalil yang relevan:
Daftar Isi
1. Pendapat yang Mengharamkan
Sebagian ulama mengharamkan perayaan tahun baru karena dianggap sebagai bentuk tasyabbuh (menyerupai) dengan perayaan non-Muslim, yang bertentangan dengan prinsip Islam. Dalil-dalil yang digunakan adalah:
- Larangan Menyerupai Orang Non-Muslim
Rasulullah ﷺ bersabda: مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.”
(HR. Abu Dawud, no. 4031) Perayaan tahun baru sering kali dikaitkan dengan tradisi yang tidak berasal dari Islam. Maka, sebagian ulama menganggapnya tidak sesuai dengan ajaran Islam. - Tidak Ada Dasar Syariat dalam Perayaan Tahun Baru
Islam hanya mengenal dua hari raya yang disyariatkan, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah ﷺ: إِنَّ لِكُلِّ قَوْمٍ عِيدًا وَهَذَا عِيدُنَا
“Setiap kaum memiliki hari raya, dan ini adalah hari raya kita.”
(HR. Bukhari, no. 952; Muslim, no. 892) Karena tahun baru tidak termasuk dalam hari raya yang ditetapkan syariat, maka merayakannya dianggap bid’ah oleh sebagian ulama.
2. Pendapat yang Membolehkan dengan Syarat
Sebagian ulama membolehkan merayakan tahun baru jika perayaan tersebut dilakukan dalam batasan syariat dan tidak mengandung hal-hal yang haram. Contohnya adalah dengan muhasabah (introspeksi diri), berdoa, atau kegiatan positif lainnya.
- Merayakan dengan Niat Baik
Jika perayaan tahun baru digunakan untuk memperbaiki diri atau mempererat hubungan sosial, maka hal itu bisa menjadi ibadah selama tidak bertentangan dengan syariat. Rasulullah ﷺ bersabda: إِنَّمَا ٱلْأَعْمَالُ بِٱلنِّيَّاتِ
“Sesungguhnya setiap amal tergantung pada niatnya.”
(HR. Bukhari, no. 1; Muslim, no. 1907)
2.Isi Kegiatan yang Positif
Rasulullah ﷺ bersabda:
مَا رَآهُ ٱلْمُسْلِمُونَ حَسَنًا فَهُوَ عِنْدَ ٱللَّهِ حَسَنٌ
“Apa yang dianggap baik oleh kaum Muslimin, maka di sisi Allah itu juga baik.”
(HR. Ahmad, no. 3600; sanadnya hasan)
Tradisi atau kebiasaan yang membawa manfaat dan tidak bertentangan dengan syariat dapat diterima dalam Islam. Dengan demikian, jika perayaan tahun baru dilakukan dalam bentuk yang tidak melanggar hukum Islam, maka hal itu dapat dianggap sebagai sesuatu yang diperbolehkan.
Kesimpulan
Hukum merayakan tahun baru tergantung pada niat, cara perayaan, dan konteksnya:
- Haram, jika mengandung unsur haram seperti maksiat, pemborosan, atau menyerupai tradisi non-Muslim.
- Mubah, jika dirayakan dengan niat muhasabah, doa, atau kegiatan positif lainnya yang tidak melanggar syariat.
Muslim hendaknya berhati-hati dalam menilai dan memutuskan, serta lebih baik menggunakan momen tahun baru untuk meningkatkan ibadah dan introspeksi diri.
Semoga penjelasan ini bermanfaat. 😊
baca juga: Mengenal 99 Nama Asmaul Husna dan Artinya: Sudah Hafal?
baca juga: Belajar Kepemimpinan dari Rasulullah SAW: Wajib Kamu tahu!